July 23, 2018

Contoh analisis kasus BLBI



ANALISIS KASUS BLBI


Siapa yang paling bersalah ?
Pelaku dari kasus aliran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia adalah bankir-bankir itu sendiri. Mereka “nakal”, tidak mau mengembalikan dana BLBI. Hal ini menimbulkan indikasi bahwa memang ada penyewelengan bantuan dana itu.
Syafruddin Tumenggung yang adalah mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) salah satu obligor BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).  
Siapa yang paling bertanggungjawab ?
Pemerintah Paling Bertanggung Jawab Atas Kasus BLBI. Pemerintah merupakan pihak yang bertanggung jawab atas kerugian negara dalam kasus obligor penerima BLBI Anthony Salim. Pasalnya, pemerintahlah yang bertanggung jawab atas pengucuran dana BLBI dan berbagai kebijakan pemerintah yang membebaskan Anthony Salim dari jeratan hukum baik secara perdata dan pidana.
Selain itu, pemerintah mendapat saran dari IMF untuk menutup 16 bank tanpa persiapan yang memadai, akibat krisis moneter yang terjadi diberbagai kawasan. Akibatnya masyarakat berbondong-bondong mendatangi bank untuk menarik tabungannya untuk kemudian menyimpannya dirumah atau di bank asing dalam maupun luar negeri. Akibat penarikan dana masyarakat pada bank-bank di Indonesia tersebut, terjadi capital outflow keluar Indonesia lebih dari 8 miliar dollar AS. Demi keadilan, pejabat pemerintah dan pejabat Bank Indonesia yang memutuskan penutupan 16 bank tersebut harus diperiksa, karena penutupan tersebut mengakibatkan Bank Indonesia harus mengeluarkan pinjaman BLBI. Dalam penyaluran pinjaman BLBI inipun berpotensi merugikan negara baik pada tahap penyaluran, tahap penyerahan aset dan tahap penjualan aset. Contoh nyatanya dalam kasus penjualan BCA senilai 5 triliun, padahal nilai BCA (Desember 2007) telah mencapai 92 triliun dan memiliki tagihan obligasi rekapitulasi senilai 60 triliun pada saat penjualan BCA kepada konsorsium Farallon dan Djarum. 
Program Audit yang Digunakan
Audit investigasi adalah salah satu aktivitas dalam rangka implementasi upaya strategi memerangi korupsi dengan pendekatan investigatif. Dapat diartikan pula bahwa Audit investigatif merupakan audit yang khusus ditujukan untuk mengungkap kasus atau penyimpangan yang berindikasi Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Audit ini umumnya merupakan pengembangan lebih jauh atas hasil audit operasional yang menunjukkan adanya indikasi KKN, namun bisa juga didasarkan atas berita di mass media maupun laporan/pengaduan dari masyarakat.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau auditor yang lainnya yang melakukan pekerjaan investigasi bertujuan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara, daerah dan/ atau ada tidaknya unsur pidana.
Langkah-langkah Audit Investigasi
1.      Menelaah informasi awal dari Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Daerah APBD Tahun 2003 Pemerintah Kabupaten Jeneponto
2.      Melakukan analisa APBD, Perubahan APBD Tahun Anggaran 2002 dan 2003, Perhitungan APBD Tahun Anggaran 2002 dan 2003, DIPDA/Revisi DIPDA Tahun Anggaran 2002 serta DASK Tahun Anggaran 2003 Pemerintah Daerah Kabupaten Jeneponto
3.      Melakukan analisa dokumen-dokumen pengadaan Mess Pemerintah Kabupaten Jeneponto di Jakarta dan pembebasan tanah untuk lokasi pembangunan Waduk Kelara-Kareloe
4.      Melakukan konfirmasi kepada instansi/pihak-pihak terkait dengan pengadaan Mess Pemda Kabupaten Jeneponto di Jakarta dan pembangunan Waduk Kelara-Kareloe
5.      Melakukan pemeriksaan fisik Mess Pemerintah Kabupaten Jeneponto di Jakarta dari tanggal 26 September 2005 samapai dengan 30 September 2005 dan lokasi pembebasan tanah Waduk Kelara-Kareloe pada tanggal 3 Oktober 2005
6.      Melakukan perhitungan ulang atas kerugian daerah yang diindikasikan
7.      Melakukan wawancara kepada pihak terkait atas penyimpangan-penyimpangan tersebut
Penyelesaian BLBI ?
Dalam perjalanan proses penyelesaian kasus BLBI ini pemerintah era Habibie membentuk BPPN (BadanPenyehatan Perbankan Nasional) untuk menyelesaikan kasus BLBI. BPPN menempuh beberapa mekanisme yang bertujuan untuk mengembalikan asset Negara yang telah dibawa kabur oleh para obligor BLBI dimana dengan membuat beberapa pola perjanjian sesuai dengan kondisi dan kemampuan dari para pemegang saham bank penerima BLBI (skema PKPS). Perjanjian tersebut berupa :
Mengalihkan kewajiban bank menjadi kewajiban pemegang saham pengendali. Pemerintah, bersama pemegang saham bank beku operasi (BBO) dan bank beku kegiatan usaha (BBKU), menandatangani master settlement and acquisition agreement (MSSA), pola ini dan master refinancing agreement and note agreement (MRNIA).
Tujuannya untuk mengembalikaBLBI baik melalui penyerahan aset maupun pembayaran tunai kepada  BPPN.
Pengkonversian BLBI pada bank-bank take over (BTO) menjadi penyertaan modal sementara (PMS). Mengalihkan utang bank ke pemegang saham pengendali, melalui pola penyelesaian kewajiban pemegang saham pengendali (PKPS). Caranya dengan menandatangani akta pengakuan utang (APU).
Kebijakan pemerintah pada masa megawati dalam penyelesaian kasus BLBI adalah mengeluarkan Inpres No. 8 Tahun 2002 tentang (Release and Dischage)pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham. Inpres yang dikeluarkan tanggal 30 Desember 2002 menginstruksikan kepada Menko Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite
Di era SBY mekanisme penyelesaian masih menggunakan prinsip release and discharge dimana lebih memprioritaskan pengembalian asset ketimbang penegakan hukum. Ironisnya lagi, pemerintah SBY memberikan perlakuan yang berlebihan dengan “menggelar karpet merah” kepada 3 obligor BLBI yaitu Atang Latief, James Januardy, dan Ulung Bursa datang ke Istana Negara untuk merundingkan pola penyelesaian hutangnya.

Contoh analisis singkat kasus e-ktp


Analisis kasus E-KTP 


Permasalahan
Adanya kasus korupsi e-ktp akibatnya keuangan negara ditaksir mengalami kerugian hingga Rp 2 triliun dari nilai proyek hingga Rp 6,6 triliun. Penerapan e-KTP hingga kini sangat memprihatinkan dan dalam kondisi amburadul. Pemerintah sekarang ibaratnya terpaksa cuci piring dan terkena dampak buruknya. Megaproyek e-KTP ternyata belum dapat menyelesaikan masalah kependudukan yang canggih dan terintegrasi.
Tahapan dan proses megaproyek e-KTP yang dimulai dari tahun 2009 penuh keganjilan dan sarat korupsi. Megaproyek itu sejak awal melibatkan KPK dan LKPP tapi setengah hati dan hanya sebatas basa-basi politik. Kini e-KTP menimbulkan masalah krusial bagi pemerintah sekarang. Masalah krusial itu antara lain berupa krisis pengadaan blangko e-KTP di berbagai daerah. Krisis itu merupakan bukti buruknya perencanaan dan kinerja vendor terkait e-KTP. Sejak semula megaproyek e-KTP sudah penuh keganjilan. Namun pemerintah saat itu mengabaikan saran para pakar dan kritik masyarakat.
Kondisi proyek e-KTP yang sangat amburadul dan sangat merugikan negara itu telah diusut oleh KPK. Sistem dan perangkat e-KTP mestinya tidak boleh melalui pengadaan nasional yang monopolistik dan bernuansa kolusi oleh vendor. Mestinya megaproyek itu melibatkan sebanyak mungkin pengembang dan perusahaan dalam negeri.  Kemudian proyek e-KTP yang melibatkan langsung pemerintah pusat hanya terkait sistem business intelegent terkait dengan data base dan analisis kependudukan untuk pembangunan dan kondisi darurat.
Publik sering bertanya, sejauh mana manfaat e-KTP untuk meningkatkan tatakelola kependudukan dan kesejahteraaan sosial di negeri ini. Dalam pandangan masyarakat awam, e-KTP memang berhenti kepada wujud blangko e-KTP yang materialnya terbuat dari bahan polietelin dan tertanam chip di dalam blangko. Serta dirancang dengan keamanan pencetakan dengan hologram. Masyarakat awam belum memahami nilai tambah blangko e-KTP yang harganya kelewat mahal itu.
Penyelesaian
Adanya keterbukaan, akuntabilitas, serta perbaikan pembahasan anggaran yang lebih teliti, dipertimbangkan dengan matang diyakini bisa mencegah terulangnya kasus korupsi anggaran seperti dalam kasus KTP elektronik yang tentunya sangat merugikan keuangan negara. Dengan sistem yang digunakan tersebut pihak maupun aparat yang terkait dalam anggaran dapat mengontrol serta mengawasi rencana anggaran tersebut dan meminimalisir terjadinya korupsi.
Lebih tegas lagi aparat maupun badan terkait mengenai kasus korupsi tersebut, seperti BPK maupun KPK sendiri. Apabila melihat ataupun mengetahui terjadinya suatu kejanggalan ataupun indikasi pelanggaran terkait anggaran proyek e-ktp segera untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut karena masih dalam hal indikasi sehingga bisa dicegah dan diluruskan belum sampai pelanggaran tersebut menjadi rumit dan melibatkan banyak pihak sehingga akan susah serta membutuhkan waktu cukup lama untuk menyelsaikannya.
Dilakukannya supervisi terhadap proyek-proyek strategis dan pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara yang langsung dilakukan oleh KPK. KPK dapat menunjuk perwakilannya sebagai PIC atau penyidik/penyelidik-nya untuk mengawasi dan meninjau sebelum transaksi dilakukan.
Selanjutnya, sudah saatnya KPK bekerjasama dengan Advokat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sudah lazim setiap kantor Advokat di Negara maju seperti Amerika Serikat memiliki area praktik untuk anti-korupsi, tetapi di Indonesia kebanyakan Advokat fokus dalam pembelaan terhadap tersangka korupsi di pengadilan.
Advokat berperan penting dalam memberikan pendapat hukum terhadap potensi korupsi yang mungkin terjadi. Seharusnya pihak-pihak yang menggunakan keuangan Negara maupun transaksi yang berkaitan dengan keuangan Negara melakukan mitigasi terhadap potensi korupsi yang mungkin muncul dikemudian hari.

Kapan dimulainya penyusutan harta berwujud perpajakan?



Saat Dimulainya Penyusutan
Penyusutan fiskal dimulai pada bulan terjadinya pengeluaran. Meski pengeluaran itu terjadi diakhir bulan misalnya, maka secara fiskal atas asset tersebut berhak mendapat penyusutan.
Misalnya jika kita membeli komputer di bulan September 2012 seharga Rp 10.000.000,00, maka untuk tahun pajak 2012 komputer tersebut boleh disusutkan sebanyak 4 bulan (terhitung mulai September hingga Desember). Dengan menggunakan Metode Garis Lurus misalnya, penyusutan komputer untuk tahun 2012 dihitung sebesar = (Rp 10.000.000,00/4 tahun) x 4/12 = Rp 833.333,00.
Khusus untuk asset yang masih dalam proses pengerjaan, misalnya bangunan yang masih dalam proses pembangunan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan asset tersebut [Pasal 11 ayat (3) UU PPh].
Dalam kondisi tertentu bahkan dimungkinkan untuk Wajib Pajak mengajukan permohonan agar penyusutan atas asset tersebut dimulai pada saat harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pada saat asset itu menghasilkan. Misalnya bagi Wajib Pajak perkebunan di mana pada tahun pertama penanaman hingga tahun ketiga atau keempat belum menghasilkan panen. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak agar biaya-biaya usaha yang telah dikeluarkan sebelum masa panen ditunda pembebanannya hingga saat panen dan memperoleh penghasilan (income).
SAAT DIMULAINYA PENYUSUTAN
Saat penyusutan dapat dimulai pada:
  1. Bulan dilakukannya pengeluaran
  2. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusuyannya dimulai dari bulan pengerjaan harta tersebut selesai
  3. Dengan ijin dari Direktur Jendral Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.

Metode Penyusutan
Berdasarkan penjelasan pasal 11 ayat (1 dan 2) Undang Undang nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dikatakan bahwa metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini dilakukan:
  1. dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method); atau
  2. dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method).
Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan.
a. Metode garis lurus (straight line method)
Metode ini dasar penyusutannya adalah harga perolehan dengan menganggap aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata (tanpa fluktuasi) disepanjang masa penggunaannya, sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode hingga aktiva ditarik dari penggunaannya.
Metode ini termasuk yang paling luas dipakai. Untuk penerapan “Matching Cost Principle”, metode garis lurus dipergunakan untuk menyusutkan aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume produk/jasa yang dihasilkan. Misalnya : bangunan, peralatan kantor.
Contoh  :
PT. Dongan Sahuta membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :
Tahun
Harga Perolehan
%Penyusutan
Biaya Penyusutan
Nilai Sisa Buku
2009
Rp.100.000.000
25%
Rp.12.500.000
Rp.87.500.000
2010
25%
Rp.25.000.000
Rp.62.500.000
2011
25%
Rp.25.000.000
Rp.37.500.000
2012
25%
Rp.25.000.000
Rp.12.500.000
2013
25%
Rp.12.500.000
Rp. 0
Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan. Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6 bulan.
b. Metode saldo menurun (declining balance method)
Metode ini dasar penyusutannya adalah nilai sisa buku fiskal, aktiva tetap dianggap akan memberikan kontribusi terbesar pada periode diawal-awal masa penggunaanya, dan akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang semakin besar di periode berikutnya seiring dengan semakin berkurangnya umur ekonomis atas aktiva tersebut.
Metode ini sesuai jika dipergunakan untuk jenis aktiva tetap yang tingkat kehausannya tergantung dari volume produk yang dihasilkan, yaitu jenis aktiva mesin produksi.
Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu aktiva pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun harus disusutkan sekaligus.
Contoh :
PT. Ai So Ise membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :
Tahun
Harga Perolehan
%Penyusutan
Biaya Penyusutan
Nilai Sisa Buku
2009
Rp.100.000.000
50%
Rp.25.000.000
Rp.75.000.000
2010
50%
Rp.32.500.000
Rp.32.500.000
2011
50%
Rp.16.250.000
Rp.16.250.000
2012
50%
Rp. 8.125.000
Rp. 8.125.000
2013
Disusutkansekaligus
50%
Rp. 8.125.000
Rp. 0
Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.
Kesimpulan
Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud melalui penyusutan.
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata.
Pembebanan biaya atas perolehan harta berwujud dan tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
  1. Harta yang dapat dilakukan penyusutan dan amortisasi adalah harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak dan dipergunakan untuk kegiatan usaha Wajib Pajak (untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Wajib Pajak).
  2. UU PPh memberikan aturan tersendiri mengenai penyusutan dan amortisasi fiskal untuk memberikan keseragaman dan kepastian hukum.
  3. Metode penyusutan dan amortisasi fiskal yang diperkenankan oleh UU PPh hanya metode garis lurus (Straight Line Method) dan saldo menurun (Double Declining Method).
  4. Penyusutan dan amortisasi fiskal menggunakan bulan sebagai dasar perhitungan. Apabila harta tersebut diperoleh dalam bagian tahun maka penyusutan dihitung sebanyak bulan pemakaian dibagi 12 bulan.
  5. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang no.36 Tahun 2008 Tentang PPh, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.

July 17, 2018

Sejarah GNB (Gerakan Non Blok) , AFTA (Asean Free Trade Area)


Sejarah Gerakan Non Blok

   Perang Dunia II (1939–1945) telah menimbulkan berbagai akibat yang mengerikan bagi umat manusia. Selain jutaan manusia mati, terjadi pula kehancuran berbagai bangunan, sarana produksi, sarana transportasi, terjadi krisis ekonomi, dan penyebaran wabah penyakit. Peta politik dunia pun ikut berubah. Dua kekuatan adidaya telah lahir yang menyebabkan terjadinya pertentangan di antara keduanya.
Gerakan Non Blok (GNB) atau Non Alignment(NAM) merupakan gerakan yang tidak memihak/netral terhadap Blok Barat dan Blok Timur.
Di sela-sela puing kehancuran akibat Perang Dunia II, muncullah dua negara adidaya yang saling berhadapan. Mereka berebut pengaruh terhadap negara-negara yang sedang berkembang agar menjadi sekutunya. Dua negara adidaya itu ialah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Persaingan kekuatan di antara dua blok itu mengakibatkan terjadinya Perang Dingin (the Cold War).Mereka saling berhadapan, bersaing, dan saling memperkuat sistem persenjataan. 

Setiap kelompok telah mengarahkan kekuatan bomnya ke negara lawan. Akibatnya, situasi dunia tercekam oleh ketakutan akan meletusnya Perang Dunia III atau Perang Nuklir yang jauh lebih mengerikan dibandingkan Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Menghadapi situasi dunia yang penuh konflik tersebut, Indonesia menentukan sistem politik luar negeri bebas aktif. Prinsip kebijak-sanaan politik luar negeri Indonesia tersebut ternyata juga sesuai dengan sikap negara-negara sedang berkembang lainnya. Oleh karena itu, mereka sepakat untuk membentuk suatu kelompok baru yang netral, tidak memihak Blok Barat ataupun Blok Timur. Kelompok inilah yang nantinya disebut kelompok negara-negara Non Blok. Dengan demikian faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya Gerakan Non Blok adalah sebagai berikut.
  • Munculnya dua blok, yaitu Blok Barat di bawah Amerika Serikat dan Blok Timur di bawah Uni Soviet yang saling memperebutkan pengaruh di dunia.
  • Adanya kecemasan negara-negara yang baru merdeka dan negara-negara berkembang, sehingga berupaya meredakan ketegangan dunia.
  • Ditandatanganinya “Dokumen Brioni” tahun 1956 oleh Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), PM Jawaharlal Nehru (India), Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), bertujuan mempersatukan negara-negara non blok.
  • Terjadinya krisis Kuba 1961 karena US membangun pangkalan militer di Kuba secara besar-besaran, sehingga mengkhawatirkan AS.
  • Pertemuan 5 orang negarawan pada sidang umum PBB di markas besar PBB, yaitu: Presiden Soekarno (Indonesia), PM Jawaharlal Nehru (India), Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan Presiden Kwame Nkrumah (Ghana).
Berdirinya Gerakan Non Blok (Non Aligned Movement)diprakarsai oleh para pemimpin negara dari Indonesia (Presiden Soekarno), Republik Persatuan Arab–Mesir (Presiden Gamal Abdul Nasser), India (Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru), Yugoslavia (Presiden Joseph Broz Tito), dan Ghana (Presiden Kwame Nkrumah).




Tujuan Gerakan Non Blok
Gerakan Non Blok mempunyai tujuan, antara lain:
  1. meredakan ketegangan dunia sebagai akibat pertentangan dua blok adidaya yang bersengketa;
  2. mengusahakan terciptanya suasana dunia yang aman dan damai;
  3. mengusahakan terwujudnya hubungan antarbangsa secara demokratis;
  4. menentang kolonialisme, politik apartheid,dan rasialisme;
  5. memperjuangkan kebebasan dalam bidang ekonomi dan kerja sama atas dasar persamaan derajat;
  6. meningkatkan solidaritas di antara negara-negara anggota Gerakan Non Blok;
  7. menggalang kerja sama antara negara berkembang dan negara maju menuju terciptanya tata ekonomi dunia baru.
Asas Gerakan Non Blok
  • GNB bukanlah suatu blok tersendiri dan tidak bergabung ke dalam blok dunia yang saling bertentangan.
  • GNB merupakan wadah perjuangan negara-negara yang sedang berkembang yang gerakannya tidak pasif.
  • GNB berusaha mendukung perjuangan dekolonisasi di semua tempat, memegang teguh perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasialisme, apartheid, dan zionisme.
Pada waktu berdirinya, GNB hanya beranggota 25 negara. Setiap diseleng-garakan KTT anggotanya selalu bertambah, sebab setiap negara dapat diterima menjadi anggota GNB dengan memenuhi persyaratan. Adapun syarat menjadi anggota GNB adalah sebagai berikut:
  • menganut politik bebas dan hidup berdampingan secara damai;
  • mendukung gerakan-gerakan kemerdekaan nasional;
  • tidak menjadi anggota salah satu pakta militer Amerika Serikat atau Uni Soviet
Anggota Gerakan Non-Blok (GNB)
Afganistan · Afrika Selatan · Republik Afrika Tengah · Aljazair · Angola · Antigua dan Barbuda · Arab Saudi · Bahama · Bahrain · Bangladesh · Barbados · Belarus · Belize · Benin · Bhutan · Bolivia · Botswana · Brunei · Burkina Faso · Burundi · Chad · Chili · Djibouti · Dominika · Republik Dominika · Ekuador · Mesir · Guinea Khatulistiwa · Eritrea · Ethiopia · Filipina · Gabon · Gambia · Ghana · Grenada · Guatemala · Guinea · Guinea-Bissau · Guyana · Honduras · India · Indonesia · Iran · Jamaika · Kamboja · Kamerun · Kenya · Kolombia · Komoro · Republik Kongo · Republik Demokratik Kongo · Korea Utara · Kuba · Kuwait · Laos · Lebanon · Lesotho · Liberia · Libya · Madagaskar · Maladewa · Malawi · Malaysia · Mali · Mauritania · Mauritius · Mongolia · Maroko · Mozambik · Myanmar · Namibia · Nepal · Nikaragua · Niger · Nigeria · Oman · Pakistan · Palestina · Panama · Pantai Gading · Papua Nugini · Peru · Qatar · Rwanda · Saint Lucia · Saint Vincent dan Grenadines · Sao Tome dan Principe · Senegal · Seychelles · Sierra Leone · Singapura · Somalia · Sri Lanka · Sudan · Suriname · Swaziland · Suriah · Tanjung Verde · Tanzania · Thailand · Timor Leste · Togo · Trinidad dan Tobago · Tunisia · Turkmenistan · Uganda · Uni Emirat Arab · Uzbekistan · Vanuatu · Venezuela · Vietnam · Yaman · Yordania · Zambia · Zimbabwe

Sejarah Organisasi AFTA
Asean Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0 – 5 %) maupun hambatan non tariff bagi negara-negara anggota ASEAN.

AFTA disepakati pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura. Pada awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997, kemudian Kamboja pada tahun 1999.

Pembentukan AFTA berdasarkan pertemuan para Menteri Ekonomi anggota ASEAN pada tahun 1994 di Chiang Mai, Thailand. Pertemuan Chiang Mai menghasilkan tiga keputusan penting sebagai berikut :
1) Seluruh anggota ASEAN sepakat bahwa pembentukan kawasan perdagangan bebas dipercepat pelaksanaannya dari tahun 2010 menjadi 2005.
2) Jumlah produk yang telah disetujui masuk dalam daftar AFTA (inclusion list/IL) ditambah dan semua produk yang tergolong dalam temporary exclusion list/TEL secara bertahap akan masuk IL. Semua produk TEL diharapkan masuk dalam IL pada tanggal 1 Januari 2000.
3) Memasukkan semua produk pertama yang belum masuk dalam skema common effective preferential tariff (CEPT) yang terbagi sebagai berikut :
a) Daftar produk yang segera masuk dalam IL menjadi immediate inclusion list/IIL mulai tarifnya menjadi 0–5% pada tahun 2003.
b) Produk yang memiliki sensitivitas (sensitive list), seperti beras dan gula, akan diperlakukan khusus di luar skema CEPT.
c) Produk dalam kategori TEL akan menjadi IL pada tahun 2003.

Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam kesepakatan, AFTA direncanakan berpoerasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003.

Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema “Common Effective Preferential Tariff” (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 % kandungan lokal akan dikenai tarif hanya 0-5 %. Anggota ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPT dalam tiga kategori :
(1) pengecualian sementara,
(2) produk pertanian yang sensitif
(3) pengecualian umum lainnya (Sekretariat ASEAN 2004)
Untuk kategori pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada akhirnya diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan, yakni 0-5 %. Sedangkan untuk produk pertanian sensitif akan diundur sampai 2010. Dapat disimpulkan, paling lambat 2015 semua tarif di antara negara ASEAN diharapkan mencapai titik 0 %.

AFTA dicanangkan dengan instrumen CEPT, yang diperkenalkan pada Januari 1993. ASEAN pada 2002, mengemukakan bahwa komitmen utama dibawah CEPT-AFTA hingga saat ini meliputi 4 program, yaitu :
1. Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara negara- negara ASEAN hingga mencapai 0-5 persen.
2. Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions) dan hambatan-hambatan non-tarif (non tariff barriers).
3. Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di bidang bea masuk serta standar dan kualitas.
4. Penetapan kandungan lokal sebesar 40 persen.


Negara Anggota AFTA
Ketika kesepakatan AFTA ditandatangani resmi, Negara anggota AFTA hanya berjumlah 6 negara; yaitu, Thailand, Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, dan Singapura. Negara anggota ini kian bertambah seiring dengan bergabungnya Negara lainnya ke dalam ASEAN, yaitu Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kamboja pada 1999. Sehingga, Negara anggota AFTA sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN.