July 23, 2018

Kapan dimulainya penyusutan harta berwujud perpajakan?

Tags



Saat Dimulainya Penyusutan
Penyusutan fiskal dimulai pada bulan terjadinya pengeluaran. Meski pengeluaran itu terjadi diakhir bulan misalnya, maka secara fiskal atas asset tersebut berhak mendapat penyusutan.
Misalnya jika kita membeli komputer di bulan September 2012 seharga Rp 10.000.000,00, maka untuk tahun pajak 2012 komputer tersebut boleh disusutkan sebanyak 4 bulan (terhitung mulai September hingga Desember). Dengan menggunakan Metode Garis Lurus misalnya, penyusutan komputer untuk tahun 2012 dihitung sebesar = (Rp 10.000.000,00/4 tahun) x 4/12 = Rp 833.333,00.
Khusus untuk asset yang masih dalam proses pengerjaan, misalnya bangunan yang masih dalam proses pembangunan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan asset tersebut [Pasal 11 ayat (3) UU PPh].
Dalam kondisi tertentu bahkan dimungkinkan untuk Wajib Pajak mengajukan permohonan agar penyusutan atas asset tersebut dimulai pada saat harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pada saat asset itu menghasilkan. Misalnya bagi Wajib Pajak perkebunan di mana pada tahun pertama penanaman hingga tahun ketiga atau keempat belum menghasilkan panen. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak agar biaya-biaya usaha yang telah dikeluarkan sebelum masa panen ditunda pembebanannya hingga saat panen dan memperoleh penghasilan (income).
SAAT DIMULAINYA PENYUSUTAN
Saat penyusutan dapat dimulai pada:
  1. Bulan dilakukannya pengeluaran
  2. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusuyannya dimulai dari bulan pengerjaan harta tersebut selesai
  3. Dengan ijin dari Direktur Jendral Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.

Metode Penyusutan
Berdasarkan penjelasan pasal 11 ayat (1 dan 2) Undang Undang nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dikatakan bahwa metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini dilakukan:
  1. dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method); atau
  2. dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method).
Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan.
a. Metode garis lurus (straight line method)
Metode ini dasar penyusutannya adalah harga perolehan dengan menganggap aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata (tanpa fluktuasi) disepanjang masa penggunaannya, sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode hingga aktiva ditarik dari penggunaannya.
Metode ini termasuk yang paling luas dipakai. Untuk penerapan “Matching Cost Principle”, metode garis lurus dipergunakan untuk menyusutkan aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume produk/jasa yang dihasilkan. Misalnya : bangunan, peralatan kantor.
Contoh  :
PT. Dongan Sahuta membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :
Tahun
Harga Perolehan
%Penyusutan
Biaya Penyusutan
Nilai Sisa Buku
2009
Rp.100.000.000
25%
Rp.12.500.000
Rp.87.500.000
2010
25%
Rp.25.000.000
Rp.62.500.000
2011
25%
Rp.25.000.000
Rp.37.500.000
2012
25%
Rp.25.000.000
Rp.12.500.000
2013
25%
Rp.12.500.000
Rp. 0
Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan. Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6 bulan.
b. Metode saldo menurun (declining balance method)
Metode ini dasar penyusutannya adalah nilai sisa buku fiskal, aktiva tetap dianggap akan memberikan kontribusi terbesar pada periode diawal-awal masa penggunaanya, dan akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang semakin besar di periode berikutnya seiring dengan semakin berkurangnya umur ekonomis atas aktiva tersebut.
Metode ini sesuai jika dipergunakan untuk jenis aktiva tetap yang tingkat kehausannya tergantung dari volume produk yang dihasilkan, yaitu jenis aktiva mesin produksi.
Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu aktiva pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun harus disusutkan sekaligus.
Contoh :
PT. Ai So Ise membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :
Tahun
Harga Perolehan
%Penyusutan
Biaya Penyusutan
Nilai Sisa Buku
2009
Rp.100.000.000
50%
Rp.25.000.000
Rp.75.000.000
2010
50%
Rp.32.500.000
Rp.32.500.000
2011
50%
Rp.16.250.000
Rp.16.250.000
2012
50%
Rp. 8.125.000
Rp. 8.125.000
2013
Disusutkansekaligus
50%
Rp. 8.125.000
Rp. 0
Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.
Kesimpulan
Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud melalui penyusutan.
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata.
Pembebanan biaya atas perolehan harta berwujud dan tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
  1. Harta yang dapat dilakukan penyusutan dan amortisasi adalah harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak dan dipergunakan untuk kegiatan usaha Wajib Pajak (untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Wajib Pajak).
  2. UU PPh memberikan aturan tersendiri mengenai penyusutan dan amortisasi fiskal untuk memberikan keseragaman dan kepastian hukum.
  3. Metode penyusutan dan amortisasi fiskal yang diperkenankan oleh UU PPh hanya metode garis lurus (Straight Line Method) dan saldo menurun (Double Declining Method).
  4. Penyusutan dan amortisasi fiskal menggunakan bulan sebagai dasar perhitungan. Apabila harta tersebut diperoleh dalam bagian tahun maka penyusutan dihitung sebanyak bulan pemakaian dibagi 12 bulan.
  5. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang no.36 Tahun 2008 Tentang PPh, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.


EmoticonEmoticon