1. NILAI PEROLEHAN HARTA BERWUJUD
Pengertian Harga Perolehan atas
Aktiva/Harta Berwujud Sebagai Dasar Penyusutan Dalam SPT Tahunan PPh Badan dan
PPh Orang Pribadi Yang Menggunakan Pembukuan
Wajib
Pajak memperoleh aktiva / harta berwujud dalam berbagai cara, sehingga dalam
menentukan berapa harga perolehan sebagai dasar penyusutan tentu saja
berbeda-beda, penentuan berapa harga perolehan aktiva / harta berwujud sebagai
dasar penyusutan adalah sebagai berikut :
A.Harga perolehan untuk aktiva/harta
berwujud yang diperoleh dengan pembelian tunai terdiri dari biaya/uang yang
dikeluarkan/terjadi untuk memperoleh aktiva/harta berwujud sampai ditempat dan
siap dipakai, antara lain :
1. Harga
beli aktiva/harta berwujud tersebut.
2. Biaya
pengiriman.
3. Biaya
asuransi.
4. Biaya
pemasangan.
5. Biaya
bea balik nama (notaris dan lain-lain)
6. Biaya
lain yang berhubungan langsung dengan perolehan akiva/harta berwujud
tersebut.
B.Apabila
Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang
PPh, maka harga perolehan / dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah
dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
C. Apabila akitva/harta berwujud
diperoleh dengan cara hibah/sumbangan maka harga perolehan / dasar penyusutan
bagi penerima hibah adalah nilai sisa buku harta hibahan.
D. Apabila akitva / harta berwujud diperoleh dengan cara
hibah/sumbangan/warisan dari keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat maka harga perolehan / dasar penyusutan bagi penerima hibah adalah
harga NJOP tahun diterimanya aktiva/harta tersebut.
E. Apabila akitva / harta berwujud
diperoleh dengan cara sewa guna usaha dengan hak opsi maka harga perolehan /
dasar penyusutan bagi lessee (yang mengunakan barang) adalah nilai sisa
(residual-value) barang modal yang bersangkutan.
1.
PENGELOMPOKAN
HARTA BERWUJUD
Menurut
PMK-96/PMK.03/2009 Jenis jenis Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan
Penyusutan
JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK 1
Nomor
|
Jenis Usaha
|
Jenis Harta
|
1
|
Semua jenis usaha
|
|
2
|
Pertanian, perkebunan, kehutanan,
|
Alat yang digerakkan bukan dengan mesin seperti cangkul,
peternakan, perikanan, garu dan lain-lain.
|
3
|
Industri makanan dan minuman
|
Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti,
huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet, dan sejenisnya.
|
4
|
Transportasi dan Pergudangan
|
Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan
umum.
|
5
|
Industri semi konduktor
|
Falsh memory tester, writer machine, biporar test system,
elimination (PE8-1), pose checker.
|
6
|
Jasa Persewaan Peralatan Tambat Air Dalam
|
Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel Buoys, Steel
Wire Ropes, Mooring Accessoris.
|
7
|
Jasa telekomunikasi selular
|
Base Station Controller
|
JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK 2
Nomor
|
Jenis Usaha
|
Jenis Harta
|
1
|
Semua jenis usaha
|
|
2
|
Pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan
|
|
3
|
Industri makanan dan minuman
|
|
4
|
Industri mesin
|
Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin ringan (misalnya
mesin jahit, pompa air).
|
5
|
Perkayuan, kehutanan
|
|
6
|
Konstruksi
|
Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat, dump
truck, crane buldozer dan sejenisnya.
|
7
|
Transportasi dan Pergudangan
|
|
8
|
Telekomunikasi
|
|
9
|
Industri semi konduktor
|
Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven,
ball shear tester, bipolar test handler (automatic), cleaning machine,
coating machine, curing oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die
bonder, die shear test, dynamic burn-in system oven, dynamic test handler,
eliminator (PGE-01), full automatic handler, full automatic mark, hand maker,
individual mark, inserter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic
test system, marker (mark), memory test system, molding, mounter, MPS
automatic, MPS manual, O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-form
machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming/forming
machine, wire bonder, wire pull tester.
|
10
|
Jasa Persewaan Peralatan Tambat Air Dalam
|
Spoolling Machines, Metocean Data Collector
|
11
|
Jasa Telekomunikasi Seluler
|
Mobile Switching Center, Home Location Register, Visitor
Location Register. Authentication Centre, Equipment Identity Register,
Intelligent Network Service Control Point, intelligent Network Service
Managemen Point, Radio Base Station, Transceiver Unit, Terminal SDH/Mini
Link, Antena
|
JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG
TERMASUK DALAM KELOMPOK 3
Nomor
|
Jenis Usaha
|
Jenis Harta
|
1
|
Pertambangan selain minyak dan gas
|
Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan,
termasuk mesin-mesin yang mengolah produk pelikan.
|
2
|
Permintalan, pertenunan dan pencelupan
|
|
3
|
Perkayuan
|
|
4
|
Industri kimia
|
|
5
|
Industri mesin
|
Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah dan
berat (misalnya mesin mobil, mesin kapal).
|
6
|
Transportasi dan Pergudangan
|
|
7
|
Telekomunikasi
|
Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak jauh.
|
JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG
TERMASUK DALAM KELOMPOK 4
Nomor
|
Jenis Usaha
|
Jenis Harta
|
1
|
Konstruksi
|
Mesin berat untuk konstruksi
|
2
|
Transportasi dan Pergudangan
|
|
Pengelompokan
Harta Berwujud bukan bangunan pada masing-masing Kelompok dapat dilihat di Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.03/2009. Harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam
lampiran tersebut, maka untuk kepentingan penyusutan digunakan masa manfaat
dalam Kelompok 3. Namun apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa masa
manfaat yang sesungguhnya tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok 3, Wajib
pajak harus mengajukan permohonan untuk penetapan kelompok harta berwujud bukan
bangunan tersebut sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya kepada DJP
melalui Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak yang
bersangkutan terdaftar.
Permohonan Penetapan
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-20/PJ/2014 |
TENTANG |
TATA
CARA PERMOHONAN DAN PENETAPAN MASA MANFAAT
YANG SESUNGGUHNYA ATAS HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN UNTUK KEPERLUAN PENYUSUTAN |
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA
PERMOHONAN DAN PENETAPAN MASA MANFAAT YANG SESUNGGUHNYA ATAS HARTA BERWUJUD
BUKAN BANGUNAN UNTUK KEPERLUAN PENYUSUTAN.
|
||||
Pasal 1 |
||||
(1)
|
Untuk keperluan penyusutan, harta berwujud bukan bangunan
sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
dikelompokkan menjadi Kelompok 1, Kelompok 2, Kelompok 3, dan Kelompok 4.
|
|||
(2)
|
Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak
tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV,
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009, untuk kepentingan penyusutan
digunakan masa manfaat dalam Kelompok 3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
Pasal 2 |
||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak dapat menunjukkan masa manfaat yang
sesungguhnya dari suatu harta berwujud bukan bangunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (2) tidak dapat dimasukkan ke dalam Kelompok 3, Wajib
Pajak dapat memperoleh penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan
tersebut sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya.
|
|||
(2)
|
Untuk memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan untuk penetapan kelompok harta
berwujud bukan bangunan sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya kepada
Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar.
|
|||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
disampaikan dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dan dilampiri:
|
|||
a.
|
penjelasan terperinci mengenai aktiva;
|
|||
b.
|
spesifikasi aktiva dari produsen;
|
|||
c.
|
perkiraan umur aktiva/ masa manfaat ekonomis dari Penilai Publik;
|
|||
d.
|
dokumen teknis pendukung dari produsen mengenai masa
manfaat aktiva; dan
|
|||
e.
|
keputusan penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan
untuk keperluan penyusutan yang sudah pernah diperoleh.
|
|||
(4)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
disampaikan paling lama 1 (satu) bulan setelah akhir Tahun Pajak diperolehnya
harta berwujud bukan bangunan.
|
|||
Pasal 3 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak meneliti
permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
|
|||
(2)
|
Dalam hal permohonan Wajib Pajak belum lengkap, Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) mengirimkan surat permintaan kelengkapan dengan menggunakan formulir
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.
|
|||
(3)
|
Surat permintaan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus disampaikan dalam jangka waktu 10 hari kerja sejak tanggal
diterimanya permohonan.
|
|||
(4)
|
Wajib Pajak wajib memenuhi kelengkapan yang diminta
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 10 hari kerja sejak tanggal
dikirimnya surat permintaan kelengkapan.
|
|||
(5)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat memenuhi kelengkapan
yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan batas waktu
yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), permohonan Wajib Pajak
tidak dapat dipertimbangkan.
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak dapat
dipertimbangkan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak harus
memberitahukan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu 3 hari kerja sejak
terlampauinya batas waktu pemenuhan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
|||
(7)
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, atas nama
Menteri Keuangan, harus memberikan keputusan persetujuan atau persetujuan
sebagian atau penolakan atas permohonan Wajib Pajak paling lama 1 (satu)
bulan sejak permohonan beserta dokumen pendukung diterima secara lengkap
dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV atau Lampiran
V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
|||
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Harta berwujud bukan bangunan yang diperoleh sebelum Tahun
Pajak 2014 dan masih memiliki nilai sisa buku fiskal pada Tahun Pajak 2014
serta belum pernah memperoleh keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-55/PJ/2009, dapat
diajukan permohonan untuk memperoleh penetapan kelompok harta berwujud bukan
bangunan sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2).
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disampaikan paling lama 1 (satu) bulan setelah akhir Tahun Pajak 2014.
|
|||
(3)
|
Keputusan persetujuan atau persetujuan sebagian atas
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak Tahun Pajak 2014.
|
|||
(4)
|
Atas harta berwujud bukan bangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang telah memperoleh keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
Atas harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai selisih
masa manfaat lebih besar dari 1 (satu) tahun, biaya penyusutan untuk tahun
2014 diperoleh dari biaya penyusutan untuk tahun 2014 berdasarkan masa
manfaat kelompok penyusutan yang sesungguhnya ditambah selisih nilai
akumulasi penyusutan fiskal.
|
|||
b.
|
Atas harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai selisih
masa manfaat lebih kecil atau sama dengan 1 (satu) tahun, biaya penyusutan
untuk tahun 2014 merupakan nilai sisa buku fiskal yang disusutkan sekaligus.
|
|||
c.
|
Selisih masa manfaat sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
b merupakan selisih antara masa manfaat kelompok penyusutan yang sesungguhnya
dan masa manfaat kelompok penyusutan yang lama (Kelompok 3) yang sudah digunakan
untuk penyusutan.
|
|||
d.
|
Selisih nilai akumulasi penyusutan fiskal sebagaimana
dimaksud pada huruf a merupakan selisih antara nilai akumulasi penyusutan
fiskal sampai dengan tahun 2013 berdasarkan masa manfaat kelompok penyusutan
yang sesungguhnya dengan nilai akumulasi penyusutan fiskal sampai dengan
tahun 2013 berdasarkan masa manfaat kelompok penyusutan yang lama (Kelompok
3).
|
|||
e.
|
Atas harta berwujud bukan bangunan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, biaya penyusutan untuk tahun selanjutnya dihitung berdasarkan
masa manfaat kelompok penyusutan yang sesungguhnya.
|
|||
Pasal 5
|
||||
Penerapan dan penghitungan penyusutan berdasarkan kelompok
sesuai dengan masa manfaat sesungguhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1), sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||||
Pasal 6 |
||||
Tata cara permohonan dan penetapan kelompok harta berwujud
bukan bangunan sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya:
|
||||
a.
|
untuk permohonan yang disampaikan sebelum tanggal
ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-55/PJ/2009;
|
|||
b.
|
untuk permohonan yang disampaikan sejak tanggal
ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
|||
Pasal 7 |
||||
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai
berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-55/PJ/2009 tentang Tata
Cara Permohonan dan Penetapan Masa Manfaat yang Sesungguhnya atas Harta
Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
|
||||
Pasal 8 |
||||
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak
Tahun Pajak 2014.
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Juli 2014 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd. A. FUAD RAHMANY |
||||
1.
METODE
PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD
Mengacu Pada PPh PASAL 11 UU NO 36 TAHUN 2008
Pasal 11
(1)
|
Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang
berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang
dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam
bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi
harta tersebut.
|
||||||||||||||
(2)
|
Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam
bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara
menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat
nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat
asas.
|
||||||||||||||
(3)
|
Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran,
kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai
pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
|
||||||||||||||
(4)
|
Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta
yang bersangkutan mulai menghasilkan.
|
||||||||||||||
(5)
|
Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, maka dasar
penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva
tersebut.
|
||||||||||||||
(6)
|
Untuk menghitung penyusutan, masa
manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:
|
||||||||||||||
(7)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta
berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
|
||||||||||||||
(8)
|
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d atau penarikan harta karena
sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai
kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima
atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan
harta tersebut.
|
||||||||||||||
(9)
|
Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima
jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut.
|
||||||||||||||
(10)
|
Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa
harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh
dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
|
||||||||||||||
(11)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud
sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
|
METODE
PENYUSUTAN
Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 (1)) adalah :
Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 (1)) adalah :
a.
|
Metode
garis lurus (straight-line method)
yaitu metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan yang dilakukan dalam
bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta
tersebut.
Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu (1) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut. |
b.
|
Metode
saldo menurun (declining-balance method)
yaitu metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan dalam bagian-bagian
yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan
nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Metode ini
tidak dapat digunakan untuk menghitung penyusutan atas bangunan.
|
1.
KAPAN
DAN SAAT DIMULAINYA MENYUSUTAN
PASAL 11
(3)
|
Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran,
kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai
pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
|
(4)
|
Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta
yang bersangkutan mulai menghasilkan.
|
2.
PENGHITUNGAN
NILAI PENYUSUTAN BERDASARKAN GOLONGAN HARTA SECARA PERPAJAKAN
Tabel
berikut menggambarkan kelompok harta berwujud, metode, serta tarif
penyusutannya:
KELOMPOK HARTA BERWUJUD
|
MASA MANFAAT
|
TARIF DEPRESIASI
|
|
GARIS LURUS
|
SALDO MENURUN
|
||
I. Bukan Bangunan
|
|||
Kelompok 1
|
4 tahun
|
25%
|
50%
|
Kelompok 2
|
8 tahun
|
12,5%
|
25%
|
Kelompok 3
|
16 tahun
|
6,25%
|
12,5%
|
Kelompok 4
|
20 tahun
|
5%
|
10%
|
II. Bangunan
|
|||
Permanen
|
20 tahun
|
5%
|
–
|
Tidak Permanen
|
10 tahun
|
10%
|
–
|
METODE
GARIS LURUS
Contoh
:
PT. Dongan Sahuta membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :
PT. Dongan Sahuta membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :
Tahun
|
Harga Perolehan
|
%Penyusutan
|
Biaya Penyusutan
|
Nilai Sisa Buku
|
2009
|
Rp.100.000.000
|
25%
|
Rp.12.500.000
|
Rp.87.500.000
|
2010
|
25%
|
Rp.25.000.000
|
Rp.62.500.000
|
|
2011
|
25%
|
Rp.25.000.000
|
Rp.37.500.000
|
|
2012
|
25%
|
Rp.25.000.000
|
Rp.12.500.000
|
|
2013
|
25%
|
Rp.12.500.000
|
Rp. 0
|
Keterangan
:
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan. Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6 bulan.
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan. Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6 bulan.
METODE
SALDO MENURUN
Contoh
:
PT. Ai So Ise membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :
PT. Ai So Ise membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :
Tahun
|
Harga Perolehan
|
%Penyusutan
|
Biaya Penyusutan
|
Nilai Sisa Buku
|
2009
|
Rp.100.000.000
|
50%
|
Rp.25.000.000
|
Rp.75.000.000
|
2010
|
50%
|
Rp.37.500.000
|
Rp.37.500.000
|
|
2011
|
50%
|
Rp.18.750.000
|
Rp.18.750.000
|
|
2012
|
50%
|
Rp. 9.375.00
|
Rp. 9.375.000
|
|
2013
|
Disusutkansekaligus
|
50%
|
Rp. 9.375.000
|
Rp. 0
|
Keterangan
:
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.
1.
PERLAKUAN HARTA
GOLONGAN KHUSUS PERPAJAKAN
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR
KEP - 220/PJ./2002
TENTANG
PERLAKUAN
PAJAK PENGHASILAN ATAS BIAYA PEMAKAIAN TELEPON
SELULER
DAN KENDARAAN PERUSAHAAN
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
Menetapkan
:
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERLAKUAN PAJAK
PENGHASILAN
ATAS BIAYA PEMAKAIAN TELEPON SELULER DAN
KENDARAAN
PERUSAHAAN.
Pasal
1
(1).
Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan
dipergunakan
perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya,
dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh
persen)
dari jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan aktiva tetap
kelompok
I sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
520/KMK.04/2000
Lampiran I butir I huruf c sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.
(2).
Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon
seluler
yang
dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan
atau
pekerjannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima
puluh
persen) dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan
perbaikan
dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Pasal
2
(1).
Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus,
minibus,
atau
yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para
pegawai,
dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui
penyusutan
aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Keputusan
Menteri
Keuangan Nomor 5201KMK.04/2000 Lampiran II butir 1 huruf b
sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
138/KMK.03/2002.
(2).
Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan bus, minibus atau yang
sejenis
yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai,
dapat
dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan dalam tahun pajak yang
bersangkutan.
Pasal
3
(1).
Atas biaya peroleban atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau
yang
sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu
karena
jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
sebesar
50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau pembelian atau
perbaikan
bOar melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud
dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.03/2000 Lampiran II butir I
huruf
b sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
138/KMK.03/2002.
(2).
Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu
karena
jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
sebesar
50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin
dalam
tahun pajak yang bersangkutan.
Pasal
4
Apabila
atas penghasilan Wajib Pajak yang dapat dibebani biaya-biaya sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 3 dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat
final
atau berdasarkan norma penghitungan khusus, maka pembebanan biaya-biaya
tersebut
telah termasuk dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersifat fmal atau
berdasarkan
norma penghitungan khusus.
Pasal
5
Atas
biaya-biaya yang dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 3, tidak merupakan penghasilan bagi
parapegawai perusahaan yang bersangkutan.
STUDI
KASUS
- PT Agri Jaya pada bulan Juli 2009 membeli sebuah alat pertanian yang mempunyai masa manfaat 4 tahun seharga Rp 1.000.000. Bagaimana penyusutannya menggunakan Metode Garis Lurus?
- PT Sarimadu yang bergerak dalam bidang perkebunan tebu membeli traktor pada bulan April 2007 seharga Rp. 15.000.000 . Perkebunan tersebut mulai memanen hasilnya pada bulan Juli 2009. Dengan persetujuan Dirjen Pajak, penyusutan traktor dapat dilakukan mulai bulan Juli 2009. Bagaimana penyusutannya menggunakan Metode Saldo menurun?
JAWABAN
Metode Garis Lurus:
Penyusutan tahun 2009:
6/12 x 25% x Rp
1.000.000,00 = Rp 125.000,00
Penyusutan tahun 2010:
25% x Rp 1.000.000,00 =
Rp 250.000,00
Penyusutan tahun 2011:
25% x Rp 1.000.000,00 =
Rp 250.000,00
Penyusutan tahun 2012:
25% x Rp 1.000.000,00 =
Rp 250.000,00
Penyusutan tahun 2013:
Sisanya disusutkan
sekaligus = Rp 125.000,00
1.
Tahun
|
Harga
Perolehan
|
Penyusutan
|
Biaya Penyusutan
|
Nilai Sisa
Buku
|
2009
|
15.000.000
|
25 %
|
1.875.000
|
13.125.000
|
2010
|
25 %
|
3.281.250
|
9.843.750
|
|
2011
|
25 %
|
2.460.938
|
7.382.813
|
|
2012
|
25 %
|
1.845.703
|
5.537.109
|
|
2013
|
Disusutkan sekaligus
|
25 %
|
5.537.109
|
-
|
Keterangan:
:
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena pemanenan hasil perkebunan dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena pemanenan hasil perkebunan dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan
EmoticonEmoticon