Analisis kasus E-KTP
Permasalahan
Adanya kasus korupsi
e-ktp akibatnya keuangan negara ditaksir mengalami kerugian hingga Rp 2 triliun
dari nilai proyek hingga Rp 6,6 triliun. Penerapan e-KTP hingga kini sangat
memprihatinkan dan dalam kondisi amburadul. Pemerintah sekarang ibaratnya
terpaksa cuci piring dan terkena dampak buruknya. Megaproyek e-KTP ternyata
belum dapat menyelesaikan masalah kependudukan yang canggih dan terintegrasi.
Tahapan dan proses
megaproyek e-KTP yang dimulai dari tahun 2009 penuh keganjilan dan sarat
korupsi. Megaproyek itu sejak awal melibatkan KPK dan LKPP tapi setengah hati
dan hanya sebatas basa-basi politik. Kini e-KTP menimbulkan masalah krusial
bagi pemerintah sekarang. Masalah krusial itu antara lain berupa krisis
pengadaan blangko e-KTP di berbagai daerah. Krisis itu merupakan bukti buruknya
perencanaan dan kinerja vendor terkait e-KTP. Sejak semula megaproyek e-KTP
sudah penuh keganjilan. Namun pemerintah saat itu mengabaikan saran para pakar
dan kritik masyarakat.
Kondisi proyek e-KTP
yang sangat amburadul dan sangat merugikan negara itu telah diusut oleh KPK.
Sistem dan perangkat e-KTP mestinya tidak boleh melalui pengadaan nasional yang
monopolistik dan bernuansa kolusi oleh vendor. Mestinya megaproyek itu
melibatkan sebanyak mungkin pengembang dan perusahaan dalam negeri.
Kemudian proyek e-KTP yang melibatkan langsung pemerintah pusat hanya terkait
sistem business intelegent terkait dengan data base dan analisis kependudukan
untuk pembangunan dan kondisi darurat.
Publik sering bertanya,
sejauh mana manfaat e-KTP untuk meningkatkan tatakelola kependudukan dan
kesejahteraaan sosial di negeri ini. Dalam pandangan masyarakat awam, e-KTP
memang berhenti kepada wujud blangko e-KTP yang materialnya terbuat dari bahan
polietelin dan tertanam chip di dalam blangko. Serta dirancang dengan keamanan
pencetakan dengan hologram. Masyarakat awam belum memahami nilai tambah blangko
e-KTP yang harganya kelewat mahal itu.
Penyelesaian
Adanya keterbukaan,
akuntabilitas, serta perbaikan pembahasan anggaran yang lebih teliti,
dipertimbangkan dengan matang diyakini bisa mencegah terulangnya kasus korupsi
anggaran seperti dalam kasus KTP elektronik yang tentunya sangat merugikan
keuangan negara. Dengan sistem yang digunakan tersebut pihak maupun aparat yang
terkait dalam anggaran dapat mengontrol serta mengawasi rencana anggaran
tersebut dan meminimalisir terjadinya korupsi.
Lebih tegas lagi aparat
maupun badan terkait mengenai kasus korupsi tersebut, seperti BPK maupun KPK
sendiri. Apabila melihat ataupun mengetahui terjadinya suatu kejanggalan
ataupun indikasi pelanggaran terkait anggaran proyek e-ktp segera untuk
menindaklanjuti permasalahan tersebut karena masih dalam hal indikasi sehingga
bisa dicegah dan diluruskan belum sampai pelanggaran tersebut menjadi rumit dan
melibatkan banyak pihak sehingga akan susah serta membutuhkan waktu cukup lama
untuk menyelsaikannya.
Dilakukannya supervisi
terhadap proyek-proyek strategis dan pengawasan terhadap penggunaan keuangan
negara yang langsung dilakukan oleh KPK. KPK dapat menunjuk perwakilannya
sebagai PIC atau penyidik/penyelidik-nya untuk mengawasi dan meninjau sebelum
transaksi dilakukan.
Selanjutnya, sudah
saatnya KPK bekerjasama dengan Advokat dalam pemberantasan tindak pidana
korupsi. Sudah lazim setiap kantor Advokat di Negara maju seperti Amerika
Serikat memiliki area praktik untuk anti-korupsi, tetapi di Indonesia
kebanyakan Advokat fokus dalam pembelaan terhadap tersangka korupsi di
pengadilan.
Advokat berperan
penting dalam memberikan pendapat hukum terhadap potensi korupsi yang mungkin
terjadi. Seharusnya pihak-pihak yang menggunakan keuangan Negara maupun
transaksi yang berkaitan dengan keuangan Negara melakukan mitigasi terhadap
potensi korupsi yang mungkin muncul dikemudian hari.
EmoticonEmoticon