Saat Dimulainya Penyusutan
Penyusutan fiskal dimulai pada
bulan terjadinya pengeluaran. Meski pengeluaran itu terjadi diakhir bulan
misalnya, maka secara fiskal atas asset tersebut berhak mendapat penyusutan.
Misalnya jika kita membeli
komputer di bulan September 2012 seharga Rp 10.000.000,00, maka untuk tahun
pajak 2012 komputer tersebut boleh disusutkan sebanyak 4 bulan (terhitung mulai
September hingga Desember). Dengan menggunakan Metode Garis Lurus misalnya,
penyusutan komputer untuk tahun 2012 dihitung sebesar = (Rp 10.000.000,00/4
tahun) x 4/12 = Rp 833.333,00.
Khusus untuk asset yang masih
dalam proses pengerjaan, misalnya bangunan yang masih dalam proses pembangunan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan asset tersebut [Pasal 11
ayat (3) UU PPh].
Dalam kondisi tertentu bahkan
dimungkinkan untuk Wajib Pajak mengajukan permohonan agar penyusutan atas asset
tersebut dimulai pada saat harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan atau pada saat asset itu menghasilkan. Misalnya bagi
Wajib Pajak perkebunan di mana pada tahun pertama penanaman hingga tahun ketiga
atau keempat belum menghasilkan panen. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak agar biaya-biaya usaha yang telah
dikeluarkan sebelum masa panen ditunda pembebanannya hingga saat panen dan
memperoleh penghasilan (income).
SAAT DIMULAINYA PENYUSUTAN
Saat penyusutan dapat dimulai
pada:
- Bulan dilakukannya pengeluaran
- Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusuyannya dimulai dari bulan pengerjaan harta tersebut selesai
- Dengan ijin dari Direktur Jendral Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.
Metode Penyusutan
Berdasarkan penjelasan pasal 11
ayat (1 dan 2) Undang Undang nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang Undang No. 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dikatakan bahwa metode penyusutan
yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini dilakukan:
- dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method); atau
- dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method).
Penggunaan metode penyusutan atas
harta harus dilakukan secara taat asas. Untuk harta berwujud berupa bangunan
hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain
bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.
Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku
pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan pembukuan
Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat
disusutkan dalam satu golongan.
a. Metode garis lurus (straight
line method)
Metode ini dasar penyusutannya
adalah harga perolehan dengan menganggap aktiva tetap akan memberikan
kontribusi yang merata (tanpa fluktuasi) disepanjang masa penggunaannya,
sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari
periode ke periode hingga aktiva ditarik dari penggunaannya.
Metode ini termasuk yang paling
luas dipakai. Untuk penerapan “Matching Cost Principle”, metode garis
lurus dipergunakan untuk menyusutkan aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak
terpengaruh oleh besar kecilnya volume produk/jasa yang dihasilkan. Misalnya :
bangunan, peralatan kantor.
Contoh :
PT. Dongan Sahuta membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :
PT. Dongan Sahuta membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :
Tahun
|
Harga Perolehan
|
%Penyusutan
|
Biaya Penyusutan
|
Nilai Sisa Buku
|
2009
|
Rp.100.000.000
|
25%
|
Rp.12.500.000
|
Rp.87.500.000
|
2010
|
25%
|
Rp.25.000.000
|
Rp.62.500.000
|
|
2011
|
25%
|
Rp.25.000.000
|
Rp.37.500.000
|
|
2012
|
25%
|
Rp.25.000.000
|
Rp.12.500.000
|
|
2013
|
25%
|
Rp.12.500.000
|
Rp. 0
|
Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan. Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6 bulan.
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan. Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6 bulan.
b. Metode saldo menurun (declining
balance method)
Metode ini dasar penyusutannya
adalah nilai sisa buku fiskal, aktiva tetap dianggap akan memberikan kontribusi
terbesar pada periode diawal-awal masa penggunaanya, dan akan mengalami tingkat
penurunan fungsi yang semakin besar di periode berikutnya seiring dengan
semakin berkurangnya umur ekonomis atas aktiva tersebut.
Metode ini sesuai jika
dipergunakan untuk jenis aktiva tetap yang tingkat kehausannya tergantung dari
volume produk yang dihasilkan, yaitu jenis aktiva mesin produksi.
Cara perlakuan nilai sisa buku
suatu aktiva tetap pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo
menurun adalah nilai sisa buku suatu aktiva pada akhir masa manfaat yang
disusutkan dengan metode saldo menurun harus disusutkan sekaligus.
Contoh :
PT. Ai So Ise membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :
PT. Ai So Ise membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :
Tahun
|
Harga Perolehan
|
%Penyusutan
|
Biaya Penyusutan
|
Nilai Sisa Buku
|
2009
|
Rp.100.000.000
|
50%
|
Rp.25.000.000
|
Rp.75.000.000
|
2010
|
50%
|
Rp.32.500.000
|
Rp.32.500.000
|
|
2011
|
50%
|
Rp.16.250.000
|
Rp.16.250.000
|
|
2012
|
50%
|
Rp. 8.125.000
|
Rp. 8.125.000
|
|
2013
|
Disusutkansekaligus
|
50%
|
Rp. 8.125.000
|
Rp. 0
|
Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.
Kesimpulan
Pengeluaran untuk memperoleh harta
berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan
sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan
cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud
melalui penyusutan.
Pengeluaran-pengeluaran untuk
memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak
guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali
apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh
penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya
untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan
genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata.
Pembebanan biaya atas perolehan
harta berwujud dan tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
tahun dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
- Harta yang dapat dilakukan penyusutan dan amortisasi adalah harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak dan dipergunakan untuk kegiatan usaha Wajib Pajak (untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Wajib Pajak).
- UU PPh memberikan aturan tersendiri mengenai penyusutan dan amortisasi fiskal untuk memberikan keseragaman dan kepastian hukum.
- Metode penyusutan dan amortisasi fiskal yang diperkenankan oleh UU PPh hanya metode garis lurus (Straight Line Method) dan saldo menurun (Double Declining Method).
- Penyusutan dan amortisasi fiskal menggunakan bulan sebagai dasar perhitungan. Apabila harta tersebut diperoleh dalam bagian tahun maka penyusutan dihitung sebanyak bulan pemakaian dibagi 12 bulan.
- Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang no.36 Tahun 2008 Tentang PPh, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
EmoticonEmoticon